Penjelasan Fungsi dan Komposisi Darah (Eritrosit
Leukosit dan Trombosit)
Volume
darah di dalam tubuh manusia kurang lebih 1/14 atau 8% dari berat badan. Pada
prinsipnya darah berfungsi sebagai alat pengangkut zat-zat makanan, sisa-sisa
metabolisme, dan hormon. Selain itu, darah juga berperan dalam mengatur
keseimbangan asam-basa cairan tubuh dan menyebabkan panas tubuh yang berlebihan
dari suatu bagian tubuh merata ke bagian tubuh yang lainnya, bahkan darah
berperan pula dalam perlindungan tubuh.
Darah terdiri dari
plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah mengandung 90% air, sedangkan
selebihnya adalah protein-protein darah (albumin, globulin, dan fibrinogen),
bermacam-macam garam, zat-zat makanan dari saluran pencernaan, sisa-sisa
metabolisme yang diangkut menuju alat ekskresi, hormon, dan gas-gas yang terlarut.
1.
Eritrosit
(Sel Darah Merah)
Eritrosit
disebut juga sebagai sel darah merah. Warna merah pada eritrosit disebabkan
oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin tersusun dari senyawa besi hemin dan suatu
jenis protein, yaitu globin. Peranan utama eritrosit adalah sebagai pengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Peranan
lain eritrosit adalah menjaga keseimbangan asam-basa cairan darah dan juga
mengangkut O2 di dalam tubuh. Setiap molekul hemoglobin (Hb) mengandung 4 atom
besi dan setiap atom besi dapat mengangkut 1 molekul oksigen (O2). Molekul-molekul
oksigen tersebut diangkut oleh Hb dalam bentuk oksihemoglobin.
Jumlah
eritrosit pada seorang pria dewasa ± 5.400.000 sel per mm3 dan pada seorang
wanita dewasa ± 4.800.000 sel per mm3. Diameter sel-sel ini sekitar 7 mikron
dengan ketebalan 2 mikron, sedangkan kadar hemoglobin normal berkisar antara 14
sampai 16 gram per 100 milimeter darah.
Pembentukan eritrosit
terjadi di dalam sumsum tulang pipih (tulang belakang) dan tulang pipa. Umur
eritrosit rata-rata 120 hari, setelah itu akan dihancurkan di dalam limpa dan
hati. Kurang lebih 3 juta sel yang dihancurkan setiap detiknya dan sebanyak itu
pula harus dihasilkan eritrosit yang baru. Senyawa hemin dari hemoglobin yang
sudah dihancurkan diubah menjadi pigmen empedu berupa biliverdin dan bilirubin.
Sebagian besar zat besi dari penghancuran haemoglibin tersebut diangkut kembali
ke dalam sumsum tulang untuk pembentukan eritrosit baru.
Leukosit
atau sel darah putih tidak mengandung pigmen, diameternya rata-rata lebih besar
daripada eritrosit, yaitu berkisar antara 8 sampai 15 mikron dan masing-masing
mengandung inti sel. Pembentukan leukosit terjadi pada limfa, kelenjar-kelenjar
limfoid, dan sumsum merah pada tulang. Pada seorang dewasa dalam keadaan
normal, jumlahnya lebih kurang 5.000 sampai 10.000 sel per mm3 darah.
Jumlah
leukosit dapat meningkat dengan cepat pada penderita penyakit tertentu, keadaan
ini disebut leukositosis, misalnya pada penderita radang paru-paru. Pada
penderita leukimia, jumlah leukosit dapat mencapai 1 juta per mm3 atau lebih
dan ini sangat berbahaya karena sel-sel pada sumsum tulang yang menghasilkan
eritrosit digantikan oleh sel-sel leukimia sehingga menghambat pembentukan
eritrosit. Lain halnya dengan penyakit tipus, jumlah leukosit menurun karena
penyakit ini merusak jaringan-jaringan limfoid yang banyak terdapat pada
dinding usus. Kekurangan sel-sel darah putih ini disebut leukopeni.
Leukosit
dikelompokkan berdasarkan keberadaan butiran-butiran yang terdapat pada cairan
selnya menjadi agranulosit, yaitu leukosit yang tidak memiliki butiran-butiran
sehingga cairan sel jernih, tetapi memiliki satu inti yang besar. Jenis sel
darah putih ini dihasilkan oleh jaringan-jaringan limfoid dan dapat dibedakan
menjadilimfosit dan monosit. Bentuk leukosit lain adalah granulosit, pada
cairan sel terdapat butiran-butiran yang menyerap zat warna tertentu dan inti
sel berlekuk-lekuk. Granulosit dihasilkan oleh sumsum merah pada tulang dan
dapat dibeda-bedakan lagi berdasarkan kemampuannya menyerap zat warna menjadi
neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a.
Limfosit mengandung sedikit cairan sel dan mempunyai sifat amuboid sehingga
dapat keluar dari pembuluh darah. Jenis sel darah putih ini sangat berperan
dalam melawan bakteri penyebab penyakit karena kemampuannya untuk menghasilkan
zat-zat antibodi.
b.
Monosit mengandung banyak cairan sel dan bersifat fagosit terhadap bakteri.
Jumlahnya menempati urutan ketiga paling banyak setelah neutrofil dan limfosit.
c.
Neutrofil merupakan jenis leukosit yang paling banyak, yaitu antara 65 sampai
705 dari seluruh jumlah leukosit. Bentuk intinya beraneka ragam dan pada cairan
sel terdapat butiran-butiran yang menyerap zat warna netral Neutrofil bersifat
amuboid dan fagosit.
d.
Eosinofil memiliki inti yang terdiri dari dua belahan dan butiran-butiran pada
cairan selnya dapat menyerap zat warna eosin yang bersifat asam. Eosinofil
bergerak lambat dan bersifat fagosit terhadap partikel-partikel asing di
sekitarnya. Jumlah eosinofil meningkat pada keadaan alergi, misalnya asma dan
infeksi cacing tambang.
e. Basofil memiliki
inti yang berbentuk seperti huruf S, butiran-butiran pada cairan selnya dapat
menyerap zat warna yang bersifat basa. Geraknya lambat dan peranannya masih
belum jelas.
Komponen
darah yang satu ini berupa kepingan-kepingan (platelet) yang tidak berinti.
Oleh karena itu, kurang tepat jika disebut sebagai trombosit yang berarti sel
darah pembeku. Keping-keping darah bentuknya tidak beraturan dengan ukuran
lebih kecil daripada eritrosit serta tidak berwarna dan juga tidak dapat
bergerak sendiri, tetapi hanya mengikuti aliran darah. Dalam keadaan normal
jumlahnya ± 250.000 keping per mm kubik. Keping darah ini berasal dari
megakaryosit di dalam sumsum merah pada tulang dan berperan dalam proses
pembekuan darah.
Proses
pembekuan darah merupakan suatu proses yang rumit dan melibatkan banyak faktor
antihemofili, yaitu faktor-faktor yang berperan untuk menghentikan perdarahan.
Proses pembekuan darah dimulai ketika terjadi kerusakan pada pembuluh darah
yang menyebabkan keping-keping darah keluar dari pembuluh bersama-sama dengan
komponen darah lainnya. Keping-keping darah mudah pecah setelah bersinggungan
dengan udara atau permukaan yang kasar sehingga enzim tromboplastinogenase yang
terdapat di dalamnya keluar dan bercampur dengan plasma darah.
Pada
plasma darah terdapat tromboplastinogen yang merupakan salah satu komponen
globulin, zat ini diaktifkan oleh enzim tromboplastinogenase menjadi
tromboplastin. Sementara itu pada plasma darah terdapat pula protrombin yang
dihasilkan hati dengan bantuan vitamin K. Protrombin hanya dapat berperan dalam
proses pembekuan darah jika telah diaktifkan menjadi enzim trombin. Untuk
mengaktifkannya dibutuhkan pula tromboplastin dan ion kalsium (Ca2+).
Peranan
enzim trombin ialah mengubah fibrinogen, yaitu salah satu protein darah yang
larut dalam plasma darah menjadi fibrin berbentuk jalinan serat-serat halus
yang akan menjaring sel-sel darah. Dengan demikian, terjadilah gumpalan darah
pada bagian pembuluh darah yang rusak dan gumpalan ini menghalangi darah agar
tidak ke luar dari pembuluh tersebut.
Proses
pembekuan darah tidak akan terjadi jika salah satu dari faktor-faktor
antihaemofili tidak tersedia. Artinya pendarahan tidak dapat dihentikan atau
dikenal sebagai hemofilia. Namun, jika proses pembekuan terjadi di dalam
pembuluh darah maka gumpalan darah (embolus) dapat menyumbat pembuluh-pembuluh
darah. Keadaan yang disebut embolisme ini menghambat pemberian zat-zat makanan
dan oksigen bagi jaringan sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan
tersebut.
Pada
keadaan yang normal, darah yang keluar dari pembuluh darah akan mengalami
proses pembekuan. Namun, darah yang diambil dari seseorang untuk
dipindahtugaskan harus diupayakan agar tidak membeku, salah satu cara di
antaranya, yaitu dengan menambahkan senyawa organik tertentu, misalnya natrium sitrat yang akan
mengikat ion Ca2+ sehingga menghambat pembekuan trombin. Selain itu, perlu juga
penyimpanan pada ruang bersuhu rendah agar enzim-enzim yang berperan sebagai
faktor antihemofili tidak berfungsi.
Demikianlah Penjelasan
Fungsi dan Komposisi Darah (Eritrosit Leukosit dan Trombosit), semoga
bermanfaat.
0 Response to "Eritrosit Leukosit dan Trombosit"
Post a Comment