TREMATODA
MAKALAH
KATA
PENGANTAR
Puji syukur yang
dalam penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Dalam makalah
ini, penulis membahas mengenai “TREMATODA.”
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
mengenai klasisfikasi trematoda dengan harapan bahwa mahasiswa bisa lebih
memahami dan mengenal materi tersebut. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi
tugas penulis dalam Mata Kuliah Parasitologi.
Menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan
makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
bermanfaat.
Palembang, Febuari 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Ø Kata
Pengantar............................................................................ ii
Ø Daftar
Isi..................................................................................... iii
- PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................... 1
1.3
Tujuan Penulisan.................................................................. 1
2.
PEMBAHASAN....................................................................... 2
2.1 Trematoda............................................................................ 2
2.2 Jenis-jenis
Trematoda............................................................ 3
- PENUTUP.................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan........................................................................... 12
3.2
Saran .................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Helmintologi
adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. berdasarkan taksonomi,
helmintologi dibagi menjadi :
1. NEMATHELMINTHES
(Cacing Gilik)
2. PLATYHELMINTHES
(Cacing Pipih)
Cacing
dewasa yang termasuk Platyhelminthes mempunyai badan pipih, tidak mempunyai
rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit.
Pltyhelminthes
dibagi menjadi kelas Trematoda (cacing daun) dan kelas Cestoda (cacing pita).
cacing Trematoda berbentuk daun, badannya tidak bersegmen, mempunyai alat
pencernaan. cacing cestoda mempunyai badan yang berbentuk pita dan teridiri
dari skoleks. leher dan badan (starbila) yang bersegmen (proglotid) ; makanan
diserap melalui kulit (kutikulum) badan.
Dalam
makalah ini Penulis akan menjelaskan klasifikasi dari Trematoda karena
kurangnya pengetahuan mengenai Trematoda baik dikalangan mahasiswa maupun
dikalangan masyarakat.
1.2
Rumusan
Masalah
2. Apa
itu Trematoda ?
3. Bagaimana
Pembagian jenis Termatoda Berdasarkan Hospesnya ?
1.3
Tujuan
Penulisan
2. Untuk
mengetahui apa itu Trematoda
3. Untuk
mengetahui jenis-jenis Trematoda berdasarkan Hospesnya.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Trematoda
Trematoda berasal dari bahasa yunani
Trematodaes yang berarti punya lobang, bentuk tubuh pipih dorso ventral
sperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai
Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam
induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang
cabang. tapi tak punya anus.
Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori yang punya lubang lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae. Siklis hidup ada secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea).
Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori yang punya lubang lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae. Siklis hidup ada secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea).
Trematoda atau cacing daun yang
berparasit pada hewan dapat dibagi menjadi tiga sub klas yaitu Monogenea,
Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan jumlah jenis dan macam cacing daun ini
jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada manusia, karena pada hewan
sub-klas ini dapat dijumpai.
Trematoda disebut sebagai cacing
isap karena cacing ini memiliki alat pengisap. Alat penghisap terdapat pada
mulut di bagian anterior. Alat hisap (Sucker) ini untuk menempel pada tubuh
inangnya makanya disebut pula cacing hisap.
Pasa saat menempel cacing ini
mengisap makanan berupa jaringan atau
cairan tubuh inangnya. Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan parasit karena merugikan dengan hidup di tubuh organisme hidup
dan mendapatkan makanan tersedia di tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati,usus,paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata, ternak, ikan, manusia Trematoda. Trematoda berlindung di dalam inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula permukaaan tubuhnya tidak memiliki sila.
cairan tubuh inangnya. Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan parasit karena merugikan dengan hidup di tubuh organisme hidup
dan mendapatkan makanan tersedia di tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati,usus,paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata, ternak, ikan, manusia Trematoda. Trematoda berlindung di dalam inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula permukaaan tubuhnya tidak memiliki sila.
2.2
Jenis-jenis
Trematoda
Berbagai
macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitife cacing Trematoda, antara
lain : kucing, anjing, kambing, sapi , babi, tikus, burun, luak, harimau, dan
manusia.
Menurut
tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes , maka Trematoda dapat dibagi
dalam :
1.
Trematoda
Hati ( Clonorchis sinensis )
·
Sejarah
Cacing
ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connell tahun 1874 di saluran empedu pada
seorang cina di Kalkuta.
·
Hospes
dan Nama Penyakit
Manusia,
Kucing, Anjing, Beruang Kutub , dan Babi merupakan Hospes parasit Trematoda
Hati, penyakit yang disebabkannya disebut Klonorkiasis.
·
Morfologi
dan daur hidup
Cacing
dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang disaluran prankeas. ukuran cacing
dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, menyerupai daun. telur
berukuran kira-kira 30x 16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan
berisi mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu. telur dikeluarkan dengan
tinja. telur menetas bila dimakan keong air ( Bulinus, Semisulcopira) . dalam
keong air , mirasidium berkembang menjadi sporakista, redia induk, redia anak,
lalu serkaria. serkaria keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II,
yaitu ikan (family cyprinidae).
setelah menembus masuk tubuh ikan serkaria melepaskan ekornya dan membentuk
kista didalam kulit dibawah sisik. kista ini disebut metaserkaria.
Perkembangan
larva dalam air yaitu, sebagai berikut :
M S R
SK
Ket
: M : Mirasidium
S : Sporakista
R : Redia (sporakista II)
SK : Serkaria
Infeksi
terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang
matang. ekskistasi terjadi di duodenum. kemudian larva masuk di duktus
koledokus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil dan menjadi dewasa
dalam waktu sebulan. seluruh daur hidup berlangsung selama 3 bulan.
·
Patologi
dan Gejala Klinis
sejak
larva masuk di saluran empedu sampai menjadi dewasa. parasit ini dapat
menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran. selain
itu dapat terjadi perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati. pada
keadaaan lebih lanjut dapat timbul sirosis, hati di sertai asites dan edema.
luasnya
organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat di
saluran empedu dan lamanya infeksi.
gejala
dapat dibagi menjadi 3 stadium. pada stadium ringan tidak di temukan gejala.
stadium progresif di tandai dengan menurunnya nafsu makan, perut rasa penuh,
diare, edema, dan pembesaran hati. pada stadium lanjut di dapatkan sindrom
hipertensi fortal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus,asites,edema,
sirosis hepatis. kadang-kadang dapat menimbulkan keganasan dalam hati.
·
Diagnosis
Diagnosis
di tegakkkan dengan menemukan telur yang berbentuk khas dalam tinja atau dalam
cairan duodenum.
·
Pengobatan
penyakit
ini dapat diobati dengan prazikuantel.
·
Epidemiologi
Kebiasaan
makan ikan yang diolah kuarang matang merupakan faktor penting dalam penyebaran
penyakit. selain itu, cara pemeliharaan ikan dan cara pembuangan tinja di kolam
ikan penting dalam penyebaran penyakit.
kegiatan
pemberantasan lebih di tujukan untuk mencegah infeksi pada manusia. misalnya
penyuluhan kesehatan agar orang makan ikan yang sudah di masak dengan baik
serta pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai. tetapi hal ini agak
lambat diterima oleh masyarakat desa.
2.
Trematoda
Paru ( paragonimus westermani )
·
Hospes
Dan Nama Penyakit
manusia
dan binatang yang memakan ketam atau udang batu, seperti kucing, luak, anjing,
harimau, serigala dan lain-lain merupakan hospes cacing ini.
pada
manusia parasit ini menyebabkan paragonomiasis.
·
Morfologi
Dan Daur Hidup
Cacing
dewasa hidup dalam kista di paru. bentuknya bundar lonjong menyerupai biji
kopi, dengan ukuran 8 – 12 x 4 – 6 mm dan berwarna coklat tua. batil isap mulut
hampir sama besar dengan batil isap
perut. testis berlobus terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor.
ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong
berukuran 80-118 mikron x 40-60 miron dengan operculum agak tertekan ke dalam.
waktu keluar bersama tinja atau sputum, telurnya belum berisi mirasidium.
Telur
menjadi matangdalam waktu kira-kira16 hari, lalu menetasmirasidiummencari keong
air dan dalam keong air terjadi perkembangan :
M S R1 R2 SK
Serkaria
keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II , yaitu ketam atau
udang batu, lalu membentuk metaserkaria didalam tubuhnya.
Infeksi
terjadi dengan makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.
Dalam
Hospes definitif, meta serkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. cacing
dewasa muda berimigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus
diafragma dan menuju keparu. jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan
sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor
didalamnya.
·
Patologi
dan Gejala Klinis
karena
cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala dimulai dengan adanya
batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah. keadaan ini disebut
endemic hemoptysis. cacing dewasa dapat pula berimigrasi kealat-alat laindan
menimbulkan abses pada alat tersebut ( antara lain hati, limpa, otak, otot,
dinding usus ).
·
Diagnosis
Diagnosis
dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura.
kadang-kadang telur juga ditemukan dalam
tinja. reaksi serologi sangat mmbantu untuk menegakan diagnosis.
·
Pengobatan
Prazikuantel
dan bitionel merupakan obat pilhan.
·
Epidemiologi
Penyakit
ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan ketam dan pemakain jamban yang
tidak mencemari air sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi paragonimiasis.
3.
Trematoda
Usus
Dalam
daur hidup trematoda usus tersebut, seperti pada trematoda lain, diperlukan
keong sebagai hospes perantara I, tempat mirasidium tumbuh menjadi sporokista,
berlanjut menjadi redia dan serkaria. serkaria yang dibentuk dari redia,
kemudian melepaskan diri untuk keluar dari tubuh keong dan berenang bebas dalam
air. tujuan akhir serkaria tersebut adalah hospes perantara II, yang dapat
berupa keong jenis ikan air tawar, atau tumbuh-tumbuhan air.
manusia
mendapatkan penyakit cacing daun karena memakan hospesperantara II yang tidak
dimasak sampai matang.
Keluarga Echinostomatidae
·
Sejarah
Cacing
genus Echinostoma yang ditemukan pada
manusia kira-kira 11 spesies atau lebih.
Garisson
(1907) adalah sarjana yang pertama kali menemukan telur Echinostoma ilocanum pada narapidana pribumi di Filipina. tubangui
(1931). menemukan bahwa Ratus rattus norvegicus. merupakan hospes resevoar
cacing tersebut. Chen (1934) melaporkan bahwa anjing-anjing setempat di canton
RRC, dihinggapi cacing tersebut . Brug dan tesch (1973) . melaporkan spesies Echinostoma lindoense pada manusia di
palu, Sulawesi tengah. Bonne Bras dan lie kian joe (1948) menemukan Echinodestomata
ilocanum pada penderita sakit jiwa di jawa.
Berbagai
Sarjana telah melaporkan bahwa di Indonesia ditemukan 5 spesies cacing
Echinostoma, yaitu : Echinodestomata
ilocanum, Echinodestomata malayanum, Echinostoma lindoense, Echinostoma recurvatum
dan Echinostoma revolatum.
·
Hospes
dan Nama Penyakit
Hospes
cacing keluarga Echinostomatidae sangat beraneka ragam. yaitu manusia, tikus,
anjing, burung, ikan dan lain-lain (poliksen). Nama penyakitnya disebut ekinostomiasis.
·
Distribusi
geografik
Cacing
tersebut kecuali ditemukan di Filipina, Cina dan Indonesia juga dilaporkan dari
India.
·
Morfologi
dan Daur Hidup
Cacing
trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari cacing trematoda
lain, dengan adanya cirri-ciri khas berupa duri-duri leher dengan jumlah antara
37 buah sampai kira-kira 51 buah, letaknya dalam dua baris berupa tapal kuda,
melingkari bagian belakang serta samping batil isap kepala. cacing tersebut
berbentuk lonjong, berukuran panjang dari 2,5 mm hingga 13-15 mm dan lebar 0,4
– 0,7 mm hingga 2,5 – 3,5 mm.
Testis
berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya bersusun tandem pada bagian
posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi 2/3 badan cacing
dan melanjut hingga bagian posterior. cacing dewasa hidup diusus halus,
mempunyai warna agak merah ke abu-abuan. telur mempunyai operculum, besarnya
berkisar antara 103-137 x 59 – 75 mikron. telur setelah 3 minggu dalam air,
berisi tempayak yang disebut mirasidium. bila telur menetas, mirasidium keluar
dan berenang bebas untuk hinggap pada hospes perantara I yang berupa keong
jenis kecil seperti genus anisus,
gyraulus, lymnae, dan sebagainya.
Dalam
hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian melanjut
menjadi redia induk, redia anak yang kemudian membentuk serkaria yang pada
suatu saat berjumlah banyak. dilepaskan kedalam air oleh redia yang berada
dalam keong . serkaria ini kemudian hinggap pada hospes perantara II untuk
menjadi metaserkaria yang efektif . hospes perantara II adalah jenis keong yang
besar, seperti genus vivivar/bellamya,
pila atau corbicula.
Ukuran
Besar cacing , jumlah duri-duri sirkumoral, bentuk testis, ukuran telur, dan
jenis hospes perantara, digunakan untuk mengidentifikasi spesies cacing.
·
Patologi
dan Gejala Klinis
Biasanya
cacing Echinostema menyebabkan
kerusakan ringan pada mukosa usus dan tidak menimbulakan timbulnya radang
kataral pada dinding usus, atau ulserari. pada anak dapat menimbulkan gejala
diare , sakit perut, anemia, dan sembab (edema).
·
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkandengan menemukan telur dalam tinja.
·
Pengobatan
Tetraklorotilenn
adalah obat yang dianjurkan akan tetapi penggunaan obat-obat baru yang lebih
aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.
·
Prognosis
Penderita
biasanya tidak menunjukkan gejala yang berat, dapat sembuh setelah pengobatan.
·
Epidemiologi
Keong
sawah yang digunakan untuk konsumsi sebaiknya dimasaki sampai matang, sebab
bila tidak, meta serkaria dapat hidup dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
4.
Trematoda Darah ( Schistosoma japonicum)
Trematoda Darah ( Schistosoma japonicum)
cacing
yang berbentuk pipih dan tinggal di berbagai aliran darah. Biasanya cacing ini
masuk ke tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang mengandung parasite
cacing ini dan mandi pada air yag kotor.
·
Hospes
dan Nama Penyakit
Hospes
definitive adalah manusia. berbagai macam binatang dapat berperan sebagai
hospes reservoar.
Pada
manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skistomiasis atau bilharziasis.
·
Morfologi
dan Daur Hidup
Cacing darah ini parasit pada
manusia, babi, biri-biri, kucing dan binatang pengerat lainnya.
Cacing dewasa dapat hidup dalam
pembuluh balik (vena) perut.
Tubuh cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih ramping, Cacing jantan panjangnya 9 – 22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah 14 – 26 cm.
Tubuh cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih ramping, Cacing jantan panjangnya 9 – 22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah 14 – 26 cm.
Cacing darah ini bertelur pada
pembuluh balik (vena) manusia kemudian menuju keporos usus (rectum) dan kantong
air seni (vesica urinaria), lalu telur keluar bersama tinja dan urine.
Telur akan berkembang menjadi
mirasidium dan masuk kedaalam tubuh siput. kemudian dalam tubuh siput akan
berkembang menjadi serkaria yang berekor bercabang. serkaria dapat masuk
kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman atau menembus kulit dan dapat
menimbulkan penyakit schistomiasis ( banyak terdapat di afrika dan Asia).
penyakit ini menyebabkan kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung limpa
, kantong urine dan ginjal.
·
Gejala Klinis
Terasa
gatal-gatal yang nyata, terjadi pembengkakan, serangan ashma dan hati terasa
sakit bila disentuh (bila terjadi peradangan), demam berkeringat dan disentry,
dan berat badan bekurang dan hilang nafsu makan.
·
Diagnosis
Minum
air yang sudah terdapat parasit cacing, mandi atau berenang pada air yang
kotor.
·
Epidemiologi
Penampungan tinja jangan sembarangan
tempat dan sediakanlah tempat tertentu yang sesuai dengan kesehatan.
3.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Trematoda
atau disebut juga Cacing Isap adalah kelas
dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Platyhelminthes.
Jenis cacing Trematoda hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Tubuhnya
dilapisi dengan kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh
inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri pada
inangnya. Contoh anggota Trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing
hati). Cacing ini hidup di hati ternak kambing, biri-biri, sapi, dan kerbau.
DAFTAR
PUSTAKA
0 Response to "TREMATODA"
Post a Comment